Posted in

Laporan Ekonomi 4 Tahun Terakhir, Apa Nasib Kuartal II/2025?

Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II/2025 yang Menurun

Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal kedua tahun 2025. Banyak pakar ekonomi memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi di kuartal ini akan melambat, baik secara tahunan maupun kuartalan. Perkiraan ini didasarkan pada beberapa faktor seperti pelemahan daya beli masyarakat, industri yang belum pulih sepenuhnya, serta tingkat pengangguran yang masih tinggi.

Peningkatan risiko perlambatan ekonomi pada kuartal II/2025 dan realisasi kuartal I/2021 yang tidak sesuai ekspektasi menjadi peringatan bagi pemerintah mengenai kondisi perekonomian hingga akhir tahun mendatang. Dalam catatan sejumlah lembaga analisis, sejak kuartal II/2021 hingga kuartal II/2024, pertumbuhan ekonomi Indonesia selalu berada di atas 5%. Meski demikian, tren penurunan terus terjadi selama empat tahun terakhir.

Pada tahun 2021, pertumbuhan ekonomi kuartal mencapai 7,07%, yang dipengaruhi oleh baseline yang rendah akibat pandemi. Namun sejak 2022, pertumbuhan mulai menurun. Tahun 2022 mencatat pertumbuhan 5,44%, kemudian turun menjadi 5,17% pada 2023, dan mencapai 5,02% pada 2024.

Faktor utama penyebab perlambatan ekonomi selama empat tahun terakhir adalah stagnasi sektor manufaktur. Misalnya, kontribusi sektor ini terhadap PDB pada kuartal II/2024 hanya sebesar 18,52%. Selain itu, penurunan harga komoditas juga memengaruhi sektor pertambangan, yang kontribusinya turun dari 10,49% menjadi 8,78%.

Dari sisi pengeluaran, investasi juga mengalami penurunan. Pembentukan modal tetap bruto turun dari 27,92% menjadi 27,89%, sedangkan belanja pemerintah turun dari 7,43% menjadi 7,31%. Data tersebut tercatat pada kuartal II/2023 dan kuartal II/2024.

Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II/2025

Berdasarkan proyeksi dari 30 ekonom dan lembaga, pertumbuhan PDB kuartal II/2025 diperkirakan sebesar 4,8% secara tahunan. Angka ini merupakan median dari berbagai estimasi. Beberapa lembaga memproyeksikan pertumbuhan hingga 5%, sementara yang terendah mencapai 4,6%.

Gareth Leather dari Capital Economics, Ltd., dan Enrico Tanuwidjaja dari PT Bank UOB Indonesia memperkirakan pertumbuhan sebesar 5%. Sementara itu, Moody’s Analytics Singapore, Jeemin Bang, dan Fakhrul Fulvian dari Trimegah Securites memproyeksikan pertumbuhan lebih rendah, yaitu 4,65%. Bank BUMN seperti PT Bank Mandiri dan PT Bank Negara Indonesia meramalkan pertumbuhan masing-masing sebesar 4,79% dan 4,9%.

Office of Chief of Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro, memperkirakan pertumbuhan kuartal II/2025 sebesar 4,79% YoY, sedikit lebih rendah dari kuartal sebelumnya. Pertumbuhan kuartalan (QoQ) diperkirakan sebesar 3,71%, setelah sebelumnya mengalami kontraksi -0,98% QoQ pada kuartal I/2025.

Andry menyatakan bahwa perlambatan pertumbuhan tahunan disebabkan oleh konsumsi rumah tangga yang dipengaruhi faktor musiman dan perilaku belanja yang lebih selektif. Meski begitu, bantuan sosial pemerintah dapat membantu menjaga daya beli masyarakat.

Kondisi Investasi dan Belanja Pemerintah

Investasi atau pembentukan modal tetap bruto diperkirakan tumbuh secara moderat. Hal ini terlihat dari penjualan semen yang menurun dan penyaluran dana pinjaman yang kurang produktif. Pendekatan “wait and see” dari sektor usaha menjadi alasan utama perlambatan ini.

Sementara itu, belanja pemerintah diperkirakan pulih pada kuartal II/2025, meskipun masih lambat. Belanja untuk pegawai dan bantuan sosial diperkirakan meningkat. Ekspor juga diperkirakan meningkat karena strategi frontloading penerapan tarif impor 19% oleh Amerika Serikat.

Perlambatan Konsumsi Rumah Tangga

Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, memproyeksikan pertumbuhan PDB kuartal II/2025 sebesar 4,76% YoY, lebih rendah dari capaian kuartal I/2025. Konsumsi rumah tangga yang melambat menjadi salah satu faktor utama.

Menurut Josua, ada empat faktor utama yang memengaruhi perlambatan konsumsi. Pertama, konsumsi rumah tangga diperkirakan turun menjadi 4,77% dari sebelumnya 4,89% karena efek musiman dari Ramadan dan Idulfitri sudah terserap di kuartal I/2025. Indikator seperti penurunan penjualan eceran juga mendukung perkiraan ini.

Kedua, survei konsumen Bank Indonesia menunjukkan penurunan ekspektasi penghasilan. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Juni 2025 berada pada level optimis, namun ekspektasi penghasilan turun dari 135,4 menjadi 133,2. Hal ini menandai kecenderungan konsumen untuk lebih waspada dan membatasi pengeluaran.

Ketiga, efisiensi belanja pemerintah juga memengaruhi konsumsi. Ketika pemerintah mengurangi belanja di sektor-sektor yang berkaitan langsung dengan konsumsi masyarakat, daya beli bisa terganggu. Hal ini berdampak pada penurunan stimulasi ekonomi domestik.